ABSTRAK:
Permintaan pasar untuk komoditas lobster semakin meningkat. Perairan Teluk Ambon Dalam dapat dikembangkan untuk budidaya lobster dengan menggunakan sistem keramba jaring apung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis paramater kualitas air bagi kegiatan budidaya Lobster (Panulirus sp) dengan sistem keramba jaring apung di Teluk Ambon Bagian Dalam. Parameter kualitas air meliputi parameter fisik (suhu, salinitas, arus, kecerahan) dan parameter kimia (pH, DO, nitrit, nitrat, fosfat, amonia). Penelitian ini dilakukan pada Maret 2023 di perairan Teluk Ambon Dalam pada 21 titik pengamatan. Parameter suhu, salinitas, arus, DO, pH dan kecerahan diukur secara langsung di lapangan. Sedangkan pengukuran parameter lainnya dilakukan pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku. Analisa data menurujuk pada baku mutu air laut untuk biota laut sesuai peraturan pemerintah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai suhu berkisar antara 29- 30,18oC, salinitas 33,39- 34 ppt, pH 7-10,4, DO 4,27-7,12 mg/l. Nilai kecepatan arus diperoleh berkisar antara 8,91-24,16 cm/det, sedangkan nilai kecerahan sebesar 4,5-10,5 m. Parameter kimia meliputi fosfat berkisar antara 0,00-98,81 mg/l, nitrat 0,00-0,02 mg/l, nitrit 0,00-0,01 mg/l, dan amonia 0,00-0,33 mg/l. Hasil analisa data menunjukan bahwa parameter fisik dan kimia perairan secara keseluruhan memenuhi standar baku mutu biota laut, khususnya untuk pemeliharaan lobster (Panulirus sp) dengan sistem keramba jaring apung di perairan Teluk Ambon Dalam.
Kata Kunci: Teluk Ambon Dalam, keramba jaring apung, lobster, Panulirus sp, kualitas air
ABSTRACT:
The demand for lobster on the market is experiencing an upward trend. The utilization of a floating net cage system is a viable opportunity for the cultivation of lobsters in the waters of Inner Ambon Bay. The objective of this study is to examine the water quality parameters associated with the cultivation of Lobster (Panulirus sp.) using a floating net cage system in the Inner Ambon Bay. Water quality parameters encompass a range of physical and chemical factors. Physical characteristics comprise of temperature, salinity, current, and brightness, while chemical parameters include pH, dissolved oxygen (DO), nitrite, nitrate, phosphate, and ammonia. The study was carried out in March 2023 within the seas of Inner Ambon Bay, utilizing a total of 21 designated observation locations. The field measurements encompassed the assessment of many parameters including temperature, salinity, current velocity, dissolved oxygen (DO) levels, pH, and brightness. Additional parameter measurements were conducted at the Maluku Province Health Laboratory Center. The data were analyzed in accordance with government regulations pertaining to the quality standards 115 TRITON: Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan 19(2) 114-121, Oktober 2023 P-ISSN 1693-6493 E-ISSN 2656-2758 DOI: https://doi.org/10.30598/TRITONvol19issue2page114-121 of sea water for marine biota. According to the findings of the research, the temperature measurements varied between 29 and 30.18°C, the salinity levels ranged from 33.39 - 34 ppt, the pH values spanned from 7 - 10.4, and the dissolved oxygen (DO) concentrations were observed to be between 4.27 and 7.12 milligrams per liter (mg/l). The obtained current velocity values ranged from 8.91 - 24.16 cm/sec, whereas the brightness value ranged from 4.5 - 10.5 m. For the concentration of chemical parameters, the results showed that phosphate ranged values from 0-98.81 mg/l, nitrate 0-0.02 mg/l, while nitrite and ammonia was 0 - 0.01 mg/l and 0 - 0.33 mg/l, respectively. The findings from the data analysis indicate that the overall physical and chemical characteristics of the water meet the established quality standards for marine organisms, particularly in relation to the suitability for sustaining lobsters (Panulirus sp) using a floating net cage system in Ambon Bay.
PENDAHULUAN
Potensi sumberdaya perikanan di perairan Indonesia sangat melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat (Mahmud et al., 2021). Salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah lobster (Rostika et al., 2023). Permintaan pasar terhadap sumberdaya lobster sangat tinggi dan produksi tangkapan belum mampu mengimbangi permintaan pasar. Kegiatan budidaya lobster dapat menjadi solusi untuk memenuhi permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri. Kegiatan budidaya merupakan suatu aktivitas rekayasa terhadap suatu jenis organisme akuatik dengan tujuan mengningkatkan efisiensi produksi dengan cara memanipulasi reproduksi, kematian serta pertumbuhannya. Kegiatan perikanan budidaya laut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi perikanan selain kegiatan perikanan tangkap (Purwaningsih et al., 2014). Komoditi perikanan budidaya laut antara lain rumput laut, teripang, lobster, abalone, dan berbagai jenis ikan seperti ikan kakap, ikan kerapu, ikan bandeng dan lainnya (Kurniawan, 2022). Usaha budidaya laut untuk memelihara sumberdaya dapat dilakukan dengan sistem budidaya keramba jaring apung (KJA). Sistem KJA terbukti telah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan perekonomian masyarakat (Fatimah et al., 2023). Selain memingkatkan ekonomi masyarakat, keuntungan lainnya yang diperoleh dengan sistem budidaya KJA antara lain tidak membutuhkan proses pengadaan lahan, proses panen tidak sulit, serta dapat menyerap tenaga kerja (Siahainenia & Bawole, 2023). Salah satu aktivitas yang dapat ditemukan di perairan Teluk Ambon yaitu budidaya keramba jaring apung. Beberapa komoditas budidaya yang ditemukan di perairan Teluk Ambon Dalam yaitu budidaya ikan dan rumput laut. Khusus untuk budidaya lobster memang masih ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Padahal prospek budidaya lobster sangat menjanjikan dengan mempertimbangkan nilai ekonomis sumberdaya tersebut. Dalam aktivitas budidaya KJA, perlu dipertimbangkan pemilihan lokasi budidaya yang tepat. Hal ini berkaitan dengan resiko yang akan ditemukan jika lokasi budidaya berada pada perairan yang tidak sesuai, sehingga nantinya akan berakibat penurunan produksi (Purnawan et al., 2015). Penelitian membuktikan bahwa kondisi perairan Teluk Ambon masih layak untuk kegiatan budidaya ikan (Irawati & Syamsuddin, 2020). Bertolak dari hal tersebut, maka budidaya lobster juga seharusnya dapat dilakukan di perairan Teluk Ambon Dalam karena terlindungi. Aktivitas perikanan budidaya laut sangat bergantung pada kondisi kualitas perairan. Dengan demikian jika suatu perairan diperuntukan bagi aktivitas budidaya lobster maka perlu dilakukan kajian terhadap kondisi kualitas perairan. Peruntukan lokasi untuk kegiatan budidaya dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya parameter kualitas perairan baik fisik, kimia dan biologi (Yie et al., 2021). Perairan Teluk Ambon berada di Kota Ambon sebagai Ibukota Provinsi Maluku. Sebagaimana umumnya suatu ibukota provinsi, 116 Studi Parameter Kualitas Air Bagi Kegiatan Budidaya Lobster … maka tentunya berbagai aktivitas pembangunan sangat pesat terjadi untuk peningkatan ekonomi daerah. Segala aktivitas yang dihasilkan tentunya akan berdampak bagi wilayah pesisir dan laut. Dampak aktivitas pembangunan akan dapat menurunkan kualitas perairan, begitupula yang terjadi di wilayah perairan Teluk Ambon. Bertolak dari nilai ekonomis lobster dan potensi perairan Teluk Ambon yang dapat dijadikan sebagai lahan budidaya lobster, maka perlu diteliti kesesuaian lahan buidaya berdasarkan parameter kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa parameter kualitas air yang sesuai dan layak untuk kegiatan budidaya lobster dengan metode KJA di perairan Teluk Ambon Dalam. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada Maret 2023 di perairan Teluk Ambon Dalam dengan jumlah titik pengambilan sampel sebanyak 21 titik (Gambar 1). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data parameter kualitas air yang terdiri atas parameter fisik dan kimia air. Beberapa parameter yang diukur secara in-situ yaitu suhu, salinitas, DO, pH, Arus dan kecerahan. Suhu dan salinitas diukur menggunakan CTD, yang diturunkan pada kedalaman berkisar antara 1-10 m selama 1 menit (masing-masing titik pengambilan sampel berbeda kedalaman). Pengukuran kecepatan arus juga dilakukan secara langsung dengan menggunakan current meter tipe AEM 213 B pada kedalaman yang sama. Parameter pH dan DO masing-masing diukur menggunakan pH meter dan DO meter. Kecerahan perairan diukur menggunakan secchi disk yang diturunkan pada kedalaman tertentu hingga warna putih pada secchi disk tidak nampak. Pengukuran parameter kimia perairan meliputi nitrit, nitrat, fosfat dan amonia. Pengambilan sampel air menggunakan botol niskin, kemudian sampel air dimasukan ke dalam botol sampel dan disimpan dalam coolbox untuk selanjutnya diananlisis pada Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Maluku. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif komparatif, dengan membandingkan hasil analisis baik insitu maupun laboratorium terhadap baku mutu air laut untuk biota laut hasil analisis karakteristik paramater kualitas air dberdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran VIII (Pemerintah Republik Indonesia, 2021). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran parameter kualitas air menunjukkan nilai suhu pada 21 titik pengamatan berkisar antara 29-30,18°C. Untuk suhu tertinggi terdapat pada stasiun 12 dan terendah pada stasiun 10,11 dan 18. Nilai suhu yang diperoleh masih berada pada kisaran suhu sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan yaitu 28-32oC. Hasil penelitian lainnya pada 7 KJA yang terdapat di perairan Teluk Ambon Dalam menunjukan suhu berkisar antara 29,3-31,2oC untuk kedalaman 5 m, sedangkan pada kedalaman 20 m berkisar antara 29,3-30,9oC (Selanno et al., 2016). Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Perubahan suhu dapat berpengaruh terhadap proses fisik, kimia dan biologi di perairan tersebut (Kusumaningtyas et al., 2014). Pada masing-masing organisme air memiliki toleransi suhu yang berbeda-beda. Nilai suhu pada budidaya ikan kerapu di KJA berkisar antara 30,70-30,83oC. Hasil ini menunjukan nilai suhu yang berada pada kisaran pertumbuhan ikan kerapu (Hastari et al., 2017). Suhu air juga mempengaruhi daya tetas telur lobster, dengan nilai suhu 29oC menghasilkan daya tetas telur terbaik hingga 91,5% (Faris et al., 2023). Perolehan nilai suhu pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian tahun 2017 di perairan Teluk Ambon Dalam, nilai suhu yang didapat berkisar antara 29,4-30,5oC (Gemilang et al., 2017). Nilai suhu yang ditemukan pada saat penelitian menunjukan bahwa perairan Teluk Ambon Dalam dapat digunakan untuk budidaya lobster dengan sistem KJA.