Dampak Pemanfaatan Ruang terhadap Kelestarian Mangrove di Teluk Ambon, IndonesiaImpact of Space Utilization on Mangrove Sustainability in Ambon Bay, Indonesia

Abstract. 

The development of Ambon City as the capital city of Maluku Province and the first-order city within the scope of Maluku Province triggers the development of structures and spatial patterns that extend to coastal areas. The impact of uncontrolled development also affects the mangrove ecosystem in the form of reduced mangrove forest land in several Ambon City areas. Observing the mangrove community in Ambon Bay was carried out in the coastal waters of Negeri Passo, Waiheru, Nania, Negeri Lama, and Poka, which represent the Inner Ambon Bay area, and Negeri Tawiri, which represents the Outer Ambon Bay area. Using explorative methods and techniques of image data processing, observation, and impact analysis. The results showed that the reduction in mangrove forest area was influenced by utilization areas for residential settlements, bridges and ports, Mardika Market, hotels/lodging, restaurants and cafes, recreation areas, health facilities, mining of C excavation materials, agriculture, docking, capture fisheries, aquaculture, landfills. The impacts are that mangrove communities are not found in the Outer Ambon Bay due to the influence of relatively large currents and waves and the waters of the Outer Ambon Bay mangrove ecosystems are only found in the coastal area of Negeri Tawiri. The composition of mangrove species in the Ambon Bay area as a whole, obtained 19 true mangrove species belonging to 10 families and 13 genus. The number of mangrove species in the waters of Ambon Bay is lower than the number of mangrove species in Indonesia. Indicators of impact are also indicated by river water quality values that do not comply with quality standards (odor, color, DO, BOD, COD and the presence of E. coli), increasing solid waste generated, and high sedimentation in several mangrove areas in the waters of Ambon Bay. Keywords: Ambon Bay; impact; space; utilization Abstrak. Perkembangan Kota Ambon sebagai ibu kota Provinsi Maluku dan kota Orde I dalam lingkup wilayah Provinsi Maluku memicu perkembangan struktur dan pola ruang meluas ke kawasan pesisir. Dampak pembangunan yang tidak terkendali turut mempengaruhi ekosistem mangrove berupa berkurangnya luasan lahan hutan mangrove di beberapa wilayah di Kota Ambon. Dengan mengamati komunitas mangrove di Teluk Ambon dilakukan pada wilayah perairan pantai Negeri Passo, Waiheru, Nania, Negeri Lama, dan Poka, yang mewakili wilayah Teluk Ambon Dalam dan Negeri Tawiri, yang mewakili wilayah Teluk Ambon Luar. Dengan metode eksploratif dan teknik pengolahan data citra, pengamatan dan analisa dampak. Hasil penelitian menunjukan pengurangan luasan hutan mangrove dipengaruhi oleh wilayah pemanfaatan untuk permukiman penduduk, jembatan dan Pelabuhan, Pasar Mardika, Hotel/Penginapan, Restoran dan Café, tempat rekreasi, fasilitas kesehatan, penambangan bahan galian C, pertanian, docking, perikanan tangkap, perikanan budidaya, tempat pembuangan sampah, Dampaknya adalah komunitas mangrove tidak banyak ditemukan pada Teluk Ambon Bagian Luar karena pengaruh arus dan gelombang yang relatif besar dan perairan Teluk Ambon Bagian Luar ekosistem mangrove hanya ditemukan pada wilayah pantai Negeri Tawiri. Komposisi spesies mangrove pada wilayah Teluk Ambon secara keseluruhan, diperoleh 19 Spesies mangrove sejati tergolong dalam 10 famili dan 13 genus. Jumlah spesies mangrove pada perairan Teluk Ambon lebih rendah dibandingkan jumlah spesies mangrove di Indonesia. Indikator dampak juga ditunjukkan dengan nilai kualitas air sungai yang tidak sesuai dengan baku mutu (bau, warna, DO, BOD, COD dan keberadaan E. coli), semakin meningkatnya sampah padat yang dihasilkan, serta tingginya sedimentasi pada beberapa wilayah mangrove di perairan Teluk Ambon. Kata kunci: dampak; pemanfaatan; ruang; Teluk Ambon

PENDAHULUAN 

Gerak pembangunan yang pesat menandakan sebuah kota berada dalam kondisi baik secara sosial maupun ekonomi. Pembangunan adalah perwujudan pencapaian tujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan harus terus didorong demi kesejahteraan masyarakat tersebut (Abukasim et al., 2021; Aruan & Siahaan, 2017). Kota-kota tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor dan kekuatan, seperti jaringan transportasi, perluasan industri, perubahan guna lahan, Agro Bali : Agricultural Journal e-ISSN 2655-853X Vol. 7 No. 2: 514-528, July 2024 https://doi.org/10.37637/ab.v7i2.1482 515 penyediaan sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Djati et al. (2022) menjelaskan bahwa perkembangan kota dapat dilihat dalam dua cara sebagai berikut: 1) Perkembangan alamiah, yaitu perkembangan kota di masa lalu secara alamiah tanpa dilakukan kegiatan perencanaan kota. Dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan kota, didasarkan pada kegiatan manusia yang berdasarkan pertimbangan keuntungan sesaat. Infrastruktur dibangun secara tidak teratur, tanpa mempertimbangkan perluasan kota di masa depan. Bentuk kota yang berkembang secara alamiah, antara lain: penyebaran secara konsentrik (concentric Spread), pengembangan berbentuk pita (ribbon development), pertumbuhan berbentuk satelit (satellite growth), dan pertumbuhan secara terpencar (scattered growth). 2) Perkembangan yang direncanakan, yaitu kota berkembang berdasarkan acuan/rencana yang telah disusun oleh perencana kota (Aruan & Siahaan, 2017; J H Purba, I W Y Manik, 2020; Purba et al., 2020; Sasmita et al., 2019, 2020; Yuniti et al., 2022). Kota Ambon sebagai ibu kota Provinsi Maluku, dikatakan sebagai kota Orde I dalam lingkup wilayah Provinsi Maluku dan pusat wilayah pengembangan/WP Maluku Tengah. Kota Ambon diharapkan dapat memberikan pelayanan perkotaan langsung dan tidak langsung kepada seluruh wilayah provinsi dan khususnya wilayah pengembangan/WP secara hirarkis antara pusat-pusat. Selain sebagai pusat wilayah pelayanan, Kota Ambon juga berfungsi sebagai pusat penjalar pertumbuhan dan perkembangan untuk wilayah hinterland, wilayah pengembangan dan provinsi. Satuan wilayah pengembangan (SWP) adalah wilayah yang secara geografis dan administrasi dikelompokan berdasarkan potensi dan sumber daya untuk pengembangannya. Kota Ambon memiliki lima (V) SWP. Pusat kota merupakan SWP I dengan fungsi kegiatan yaitu pemerintahan, komersial, perdagangan dan jasa serta permukiman. Satuan wilayah pengembangan (SWP) II berada di kawasan Passo dan sekitarnya yaitu dalam lingkup Kecamatan Teluk Ambon Baguala dan Kecamatan Teluk Ambon. SWP ini merupakan SWP dengan wilayah terluas diantara empat (4) SWP yang lain dengan luas sekitar 7.164,83 Ha. SWP II memiliki dataran yang cukup luas hingga mencakup Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) dan berpotensi menjadi pusat pertumbuhan baru di kota Ambon setelah SWP I. Kenyataannya perkembangan daerah SWP II telah bekembang sangat pesat. Pusat Kota Ambon semakin tersedak dengan berbagai kegiatan, akhirnya pilihan pengembangan SW II menjadi alternatif pengembangan wilayah. Kehadiran Jembatan Merah Putih telah mempercepat seluruh gerak sosial ekonomi di daerah ini. Selain itu, ruang yang sangat sempit dengan volume kegiatan yang masif akan berdampak terhadap keberlanjutan potensi sumberdaya hayati dan lingkungan. Sejak diterbitkan kebijakan nasional melalui UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang telah merubah wilayah kewenangan Kota Ambon, sehingga rangkaian pembangunan pada wilayah sempadan pantai telah menjadi alternatif pengembangan kota. Di sisi lain sebagai pulau kecil, tingginya pembangunan pada ruang darat akan sangat cepat berdampak terhadap perubahan kualitas perairan laut yang terbentang di depannya dan telah menjadi salah satu icon Kota Ambon. Jika hal ini tidak dicermati dengan bijak, maka di masa yang akan datang akan terjadi perubahan pola ruang yang luar biasa baik struktur ruang maupun pola ruang darat dan laut. Dampak pembangunan yang tidak terkendali turut mempengaruhi ekosistem mangrove berupa berkurangnya luasan lahan hutan mangrove yang berimplikasi pada menurunnya kualitas lingkungan hutan mangrove (KepMen Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove., 2004; Jupriyati et al., 3 C.E.). Dari aspek kimia ekosistem mangrove Agro Bali : Agricultural Journal e-ISSN 2655-853X Vol. 7 No. 2: 514-528, July 2024 https://doi.org/10.37637/ab.v7i2.1482 516 berfungsi untuk mengurangi terjadinya polusi udara dan menyerap limbah buangan yang telah mencemari laut. Kemudian dari aspek biologi, ekosistem mangrove berfungsi sebagai tempat berlindung bagi beberapa makhluk hidup untuk berkembang biak dan tempat memijah beberapa jenis udang, ikan dan biota lainnya (Bengen, 2000; Dahuri, 1996; Koedam et al., 2005) Ekosistem mangrove juga merupakan ekosistem yang kaya sehingga dapat menjamin ketersediaan pakan selama musim migrasi (Howes et al., 2003). Selain aspek fisika, kimia, biologi, aspek sosial dan ekonomi ekosistem mangrove dapat dikembangkan menjadi tempat wisata yang secara langsung berdampak pada kehidupan masyarakat di sekitar kawasan ekosistem mangrove (Dahuri dkk, (Purnamasari et al., 2016)2001). Fenomena yang terjadi saat ini di Kota Ambon adalah telah terjadi pengurangan luas mangrove di beberapa wilayah di Kota Ambon yang diakibatkan oleh adanya permukiman penduduk yang semakin menjorok ke laut, maupun pembangunan cafe dan rumah makan di wilayah hutan mangrove. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan dampak pemanfaatan ruang terhadap kelestarian mangrove di Teluk Ambon. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah 1) Mengidentifikasi wilayah pemanfaatan di Teluk Ambon, dan 2) Mengidentifikasi dampak pemanfaatan wilayah terhadap keberadaan sumberdaya hayati mangrove

I BUILT MY SITE FOR FREE USING